Senin, 14 September 2009
Pesawat TNI Jatuh TNI AL Mulai Selidiki Penyebab Kecelakaan
"Evakuasi tuntas, penyelidikan dilakukan di Surabaya," kata Danlanal Tarakan Letkol Laut (P) Bambang Irwanto ketika berbincang dengan detikcom, Minggu (13/9/2009) malam.
Delapan orang anggota tim Salvage bertolak ke Surabaya hari ini sekitar pukul 08.00 Wita dari Bandara Juwata Tarakan. Mereka membawa sejumlah elemen penting dari bangkai Nomad seperti Indikator Aviator serta Status Enggine, untuk diteliti.
"Karena sudah di Surabaya, otomatis bagian Nomad yang dibawa langsung mulai diselidiki,' ujar Irwanto.
Namun demikian, sambung Irwanto, di Lanal Tarakan, beberapa potongan besar bangkai Nomad disimpan di hanggar pesawat milik TNI AL. Bagian potongan besar tersebut dinilai tidak menunjang penyelidikan yang dilakukan TNI AL.
"Yang dibawa tim salvage yang penting-penting saja untuk diselidiki,' tambah Irwanto.
Ketika ditanya waktu penyelesaian penyelidikan penyebab kecelakaan Nomad P 837, Irwanto mengaku belum mengetahui pasti dikarenakan tim teknis yang lebih memahaminya.
"Yang pasti, Lanal Tarakan sudah tuntas membantu evakuasi. Kami sampaikan terima kasih kepada seluruh masyarakat yang telah membantu, baik pascakejadian mau pun dalam proses evakuasi," tutup Irwanto.
Seperti diberitakan, Tim Salvage TNI AL berhasil menuntaskan proses evakuasi bangkai Nomad sejak Jumat 11 September lalu. Insiden jatuhnya Nomad mengakibatkan 5 orang warga sipil tewas dan 4 orang masing-masing 3 kru Nomad dan seorang warga sipil, mengalami luka-luka. TNI AL pun telah menyantuni seluruh keluarga korban tewas sebesar Rp 3 Juta.
Kamis, 10 September 2009
Penuturan Erwin W., Pilot Nomad TNI-AL yang Selamat
Tidak perlu mencari kotak hitam untuk mengungkapkan jatuhnya pesawat Nomad TNI-AL di tambak Desa Mentadau, Kecamatan Sekatak Bengara, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Timur. Sang pilot Letnan Satu (P) Erwin Wahyuwono selamat dan banyak yang bisa dia jelaskan.
---
SAMPAI kemarin Erwin masih tergolek lemah di RSAL Ilyas Tarakan dengan jarum infus menancap di lengan. "Agak baikan, meski kadang masih agak pusing," katanya kepada Radar Tarakan (Jawa Pos Group) kemarin (9/9).
Ranjangnya bersebelahan dengan kopilotnya, Lettu Syaiful. Karena kondisinya lebih baik, Syaiful sedang berjalan-jalan ke luar kamar.
Dengan perlahan, alumnus Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI) Curug 1999 itu menceritakan detik-detik jatuhnya pesawat intai maritim TNI-AL tipe (N22) Nomad P 837 Senin lalu (7 /9). ''Mesin kanan mendadak mati, saat pesawat berada di ketinggian 450 feet," kata Erwin.
Karena jarak ke Bandara Juwata sudah dekat, dia memutuskan tetap menerbangkan pesawat tersebut. "Hanya sekitar 23 mil," sebutnya.
Namun, dia harus berpikir ulang ketika mesin sebelah kiri menyusul mati. Kerusakan beruntun itu hanya berselang 30 detik. ''Power-nya langsung drop. Seperti mobil mogok. Meski pedal gas ditekan, tidak ada tenaga sama sekali,'' tutur pria kelahiran Kudus, 10 April 1977.
Dalam situasi seperti itu, keputusan cepat harus segera dibuat. Komunikasi dengan menara Bandara Juwata pun terus dilakukan. Tidak ada pilihan, pesawat harus mendarat darurat.
Erwin sempat berputar-putar untuk mencari lokasi aman. Syaiful menyarankan pendaratan darurat di sungai, seperti yang dilakukan Abdul Rozaq, pilot Boeing 737-300 milik maskapai Garuda Indonesia di Bengawan Solo, 12 Januari 2002.
Namun, Erwin mengabaikan saran tersebut dengan pertimbangan karakteristik sungai di Kalimantan berbeda dengan di Jawa. Sungai di Kalimantan berarus lebih deras dan dihuni banyak buaya. ''Kalau mendarat di sungai, bisa mati dimangsa,'' kata pilot yang memiliki 1.600 jam terbang dengan Nomad tersebut.
Dia lantas memutuskan mendarat di tambak. Hal itu terpaksa dilakukan meski berisiko menabrak tanggul pembatas tambak. Dan, risiko itu akhirnya benar-benar terjadi. Meski pendaratannya mulus, pesawat baru terhenti setelah menabrak tanggul tambak. "Kepala saya terbentur kokpit dan terluka parah. Darah muncrat dari dahi yang sudah kelihatan tulang tengkoraknya,'' katanya.
Dalam kondisi berdarah, Erwin kemudian berusaha menyelamatkan diri dengan menjauhi pesawat yang dipilotinya. Dia berhasil keluar dari ruang kokpit, kemudian berjalan di tambak menuju tanggul.
Saat itulah dia melihat seorang penumpang terapung di permukaan air tambak. Kedalaman air tambak saat itu mencapai pusar orang dewasa.
Sementara Saiful, yang ada di sampingnya dalam kondisi lemah dan tampak shock. Bahkan, setelah Erwin meninggalkan pesawat menuju ke tanggul, Saiful masih tampak trauma.
Setelah keluar dari pesawat, dia bukan menghindar dari bangkai pesawat malah mengelilingi pesawat. "Saya teriaki dia untuk menjauh dari bangkai pesawat karena khawatir meledak," kata Erwin yang sudah dua minggu bertugas menerbangkan Normad untuk melakukan patroli rutin di perbatasan di Kaltim.
Di tanggul tambak dia bertemu tiga warga yang segera menolongnya. Dalam kondisi darah tersebut keluar, Erwin berusaha tidak pingsan. ''Klau sampai pingsan, bisa nggak bangun lagi. Saya mencubit-cubit paha saya sendiri," ujar Erwin.
Dia bersyukur masih hidup. Apalagi, setelah melihat di tayangan televisi, pesawat yang dipilotinya itu sudah hancur. (ris/ian/*/rt2/jpnn/ruk)
Rabu, 09 September 2009
TNI-AL Kaji Percepatan Penggantian Nomad
"Saat ini, kita masih nyatakan pesawat udara Nomad masih layak pakai meski usianya sudah sangat tua dan kini jumlahnya tinggal tujuh unit dari semula 42 unit," kata Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut Laksamana Pertama TNI Iskandar Sitompul ketika dikonfirmasi ANTARA News di Jakarta, Rabu.
Ia mengemukakan, untuk sementara waktu tujuh unit pesawat Nomad yang tersisa tidak dioperasionalkan guna penyelidikan lebih lanjut tentang sebab-musabab jatuhnya pesawat Nomad tersebut.
"Sambil melakukan penyelidikan, kita juga mengkaji kemungkinan untuk mempercepat penggantian Nomad dengan CN-235 MPA dari PT DI," kata Iskandar.
Setidaknya dalam waktu dekat ini, akan ada tiga pesawat jenis CN-235 yang dipesan TNI AL dari PT DI.
Rencana pembelian ini diharapkan menjadi tonggak penambahan sekaligus peremajaan alat utama sistem senjata (alutsista) di Pusat Penerbangan TNI AL (Puspenerbal).
Pesawat jenis CN-235 ini dilengkapi dengan patroli maritim, radar, dan sarana lain pendukung pelaksanaan tugas. Saat ini, TNI AL menerapkan standar baru operasional alutsista yang ada. Ia menegaskan, hanya ada dua kriteria operasional alutsista TNI AL, yakni siap dan tidak siap operasional.
Pesawat Nomad P-837 yang jatuh pada awal pekan ini merupakan buatan Australia 1982. Keseluruhan pesawat Nomad yang dimiliki TNI AL sebanyak 42 unit, dan sebanyak 23 unit telah disimpan, sedangkan 19 unit lainnya masih dapat dioperasionalkan, namun dari 19 unit tersebut hanya 14 unit yang akan disiapkan sesuai dengan anggaran yang tersedia.
Dari jumlah tersebut, baru delapan unit yang sampai saat ini dinyatakan sudah laik terbang. Namun, kini tinggal tujuh karena kecelakaan pada Senin (7/9). (*)
Minggu, 06 September 2009
Pengadaan Kapal Selam Sudah Mendesak
Jakarta (ANTARA) - Pengamat Militer dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jaleswari Pramodhawardani mengatakan, pengadaan kapal selam mendesak dilakukan mengingat kondisi geografis dan kekuatan pertahanan kawasan regional saat ini.
"Efek tangkalnya yang sangat tinggi diharapkan bisa mengurangi potensi ancaman. Jangan ditunda-tunda pembeliannya," katanya, ketika dihubungi di Jakarta, Minggu.
"Dengan anggaran terbatas tidak perlu bicara kuantitas. Kesetaraan kualitas lebih penting diperhatikan," katanya.
Jaleswari mengemukakan, Dephan dan TNI berani mereduksi alat utama sistem persenjataan yang sudah tidak layak pakai. Anggaran perbaikan senjata lawas tersebut bisa dialokasikan untuk membayar cicilan.
Khusus untuk TNI AL diharapkan memiliki teknologi pemantauan antikapal selam yang dipasang di pulau-pulau yang rawan dilalui kapal selam negara lain.
"Tapi semua langkah ini percuma kalau Indonesia belum memiliki visi kemaritiman yang kuat," katanya menegaskan.
Pada 2011 Indonesia, berencana menambah dua kapal selam untuk TNI Angkatan Laut dan kini masih dibahas di Departemen Pertahanan yang telah mengantongi dua negara yang menjadi negara produsen yakni Korea Selatan dan Rusia.
Pengadaan dua kapal selam baru tersebut, sebenarnya masuk dalam alokasi Kredit Ekspor 2004-2009. Namun, keterbatasan anggaran yang disediakan mengakibatkan pengadaannya tersendat hingga kini.
"Kami upayakan dapat segera teken kontrak pada 2011," ujar Menteri Pertahanan Juwono.(*)
Rabu, 01 Juli 2009
China Dukung Indonesia Tingkatkan Keamanan Selat Malaka
"Kami mendukung Indonesia dalam upaya menciptakan keamanan dengan memberantas perompak yang ada di Selat Malaka," kata Menlu China Yang Jiechi, di Beijing, Rabu, ketika melakukan pertemuan dan pembicaraan dengan Menlu Hassan Wirajuda sebelum penandatanganan naskah kerjasama ekstradisi RI-China.
Menurut dia, situasi aman dari perompak di wilayah Selat Malaka sangat penting bagi kelancaran pelayaran internasional, sehingga China berharap agar Indonesia bisa menciptakan situasi aman di selat itu.
Pemerintah China sendiri, katanya, mengajak dan siap melakukan upaya pengamanan bersama dengan Indonesia di wilayah Selat Malaka apabila memang dibutuhkan.
"Kami sangat menghormati peran penting Indonesia dalam upaya menciptakan keselamatan pelayaran di Selat Malaka," katanya.
Menlu Hassan mengucapkan terima atas dukungan China dalam upaya menciptakan kawasan aman dari perompak di Selat Malaka dan upaya tersebut sampai kini terus dilakukan.
Indonesia, katanya, selama ini terus berupaya dengan kemampuan yang ada untuk bisa menciptakan situasi aman Selat Malaka sehingga kapal yang melintas bisa aman.
"Beberapa saat lalu ada beberapa negara asing yang ingin membantu Indonesia menjaga keamanan di Selat Malaka, tapi kita tolak," kata Menlu Hassan.
Indonesia memandang strategis dan penting keberadaan Selat Malaka yang banyak dilalui oleh sejumlah pelayaran internasional, sehingga upaya aman diupayakan bisa tetap terjaga.(*)
COPYRIGHT © 2009
Jumat, 26 Juni 2009
Indonesia Fleet Review Diikuti 24 Negara
Jumat, 26 Juni 2009 06:44 WIB | Peristiwa | Politik/Hankam | Dibaca 302 kali
Indonesia Bahas Kerja Sama Kelautan dengan Jepang
COPYRIGHT © 2009
Selasa, 23 Juni 2009
TNI AL Ganti Pesawat Nomad dengan CN-235
Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL), Laksamana TNI Tedjo Edhy Purdijatno, S.H., ditemui usai upacara HUT Penerbangan TNI AL ke-53 di lapangan udara angkatan laut (Lanudal) Juanda, Selasa, mengatakan, secara bertahap akan mengganti pesawat jenis Nomad ke jenis CN-235 MPA.
"Secara bertahap seluruh pesawat jenis Nomad tersebut akan diganti dengan jenis CN-235 MPA yang diproduksi oleh PT Dirgantara Indonesia (DI)," katanya.
Dalam waktu dekat ini, akan ada tiga pesawat jenis CN-235 MPA yang dipesan dari PT DI.
Rencana pembelian ini diharapkan menjadi tonggak penambahan sekaligus peremajaan alat utama sistem senjata (alutsista) di Pusat Penerbangan TNI AL (Puspenerbal).
Pesawat jenis CN-235 MPA ini dilengkapi dengan patroli maritim, radar, dan sarana lain pendukung pelaksanaan tugas.
Saat ini, TNI AL menerapkan standar baru operasional alutsista yang ada. Ia menegaskan, hanya ada dua kriteria operasional alutsista TNI AL, yakni siap dan tidak siap operasional.
Ia mengatakan, TNI AL sudah membuat perencanaan matang dengan prioritas alutsista, guna mendorong operasi sistem senjata armada terpadu untuk menjaga perairan nasional.
Dengan standar penilaian tersebut, TNI AL akan melakukan evaluasi kesiapan alutsista. Untuk alutsista yang dinyatakan siap operasional akan diberikan anggaran pemeliharaan didukung teknisi berpengalaman, agar bisa berfungsi maksimal.
Sedangkan untuk alustista yang tidak siap operasional, tidak akan dipakai dan secara bertahap akan dihapus dari inventarisasi negara, katanya menegaskan.(*)
Jumat, 19 Juni 2009
Militer Indonesia-Prancis Perluas Kerja Sama
Jakarta (ANTARA News) - Militer Indonesia dan Prancis sepakat untuk meningkatkan dan memperluas kerja sama militer dan pertahanan kedua negara yang telah terjalin baik.
"Indonesia memiliki potensi yang besar, sehingga kerja sama bisa makin ditingkatkan, mulai dari pendidikan, latihan bersama, penanggulangan terorisme, pembajakan dan pengamanan obyek vital lepas pantai," kata Panglima Armada Kawasan Samudera Hindia Angkatan Laut Prancis (ALINDIEN) Laksamana Madya Gerard Valin, saat mengadakan kunjungan kepada Kepala Staf Umum (Kasum) TNI Laksamana Madya TNI Didik Heru Purnomo, di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta, Jumat.
Ia juga menyampaikan apresiasi kepada Indonesia yang telah ikut berpartisipasi dalam misi perdamaian PBB, dengan mengirimkan pasukan darat maupun laut.
Pada kesempatan yang sama, Kasum TNI Laksamana Madya TNI Didik Heru Purnomo berharap kerja sama yang telah berjalan antara dua pihak, dapat ditingkatkan terutama untuk bidang pendidikan dan latihan.
Sebelum bertemu Kasum TNI, Valin diterima oleh Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Tedjo Edhy Purdijatno untuk membahas berbagai format kerja sama yang sudah berjalan maupun yang akan dilakukan.
Sejak Rabu (17/6) kapal perang BCR VAR A 608 sandar di Dermaga Komando Lintas Laut Militer (Kolinlamil). Kapal jenis kapal logistik dan pusat komando serta memiliki persenjataan antara lain Oerlikon 40 mm, senapan 12,7 mm dan rudal Simbad. Kapal diperlengkapi pula hanggar yang mampu menampung satu helicopter jenis Allouette III dan deck landasan yang mampu untuk didarati helicopter jenis Dauphin dan Puma.(*)
Kamis, 11 Juni 2009
Malaysia Tarik Kapal Perangnya dari Ambalat
"Dalam kesepakatan dengan Malayasia, pejabat Malaysia sepakat mengurangi aktivitas kapal patroli di perairan Ambalat dan siap menarik pasukannya," katanya.
Menurut Yusron, perundingan Tim Delegasi Ambalat dengan Wakil Ketua DPRD Malaysia Datuk Wan Junaidi, Menteri Pertahanan Malaysia Datuk Sri Ahmad, dan Wakil Menteri Luar Negeri Senator Kohilan A Pillay beserta Panglima Diraja Malaysia Laksamana Tan Sri Datuk Sri Abdul Azis Jaafar, telah mencapai beberapa kesepakatan.
"Bahwa Malaysia tidak ingin terjadi kontak fisik dengan Indonesia, dan dalam kasus Ambalat kedua belah pihak sepakat untuk cooling down," katanya.
Tim Delegasi menegaskan kepada para petinggi Malaysia bahwa Ambalat merupakan wilayah Indonesia sesuai dengan ketentuan UNCLOS 1982 yang diakui Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
"Indonesia juga pernah mengebor minyak di Ambalat sejak dulu, tetapi Malaysia mengaku Ambalat miliknya sebagai negara kepulaun sejak tahun 1979," katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua Delegasi Happy Bone Zulkarnain mengaku, petinggi militer Malaysia menjelaskan bahwa patroli kapal Malaysia di Ambalat bukan untuk menyerang Indonesia.
"Kami tidak akan berperang dengan Indonesia, dalam keadaan apa pun kita akan memperbaiki hubungan baik dan persaudaraan dengan Indonesia," kata Bone menirukan ucapan Panglima Tentera Diraja Malaysia Laksamana Tan Sri Datuk Sri Abdul Azis Jaafar saat bertemu tim delegasi Indonesia.
Bone mengatakan, militer siap memberikan sanksi tegas kepada prajuritnya yang menyerang tentara Indonesia di Ambalat,
"Dia (Panglima Diraja Malaysia) berkata akan menjatuhkan hukuman kepada anak buahnya, dan bila terjadi konflik itu Panglima Diraja akan meminta maaf kepada Indonesia secara tertulis," tambahnya.
Namun, selama lawatan dua hari ke Malaysia, tim delegasi tidak memperoleh jaminan dan komitmen Malaysia bahwa Ambalat merupakan wilayah Indonesia.
"Secara politik memang ada kesepakatan, namun secara hukum international laut Malaysia belum mengakui Ambalat itu milik Indonesia," kata Bone kepada ANTARA.(Ant)
Rabu, 10 Juni 2009
Panglima Tentara Laut Malaysia Minta Maaf
"Panglima juga berjanji akan menjauhkan tentaranya dari laut Ambalat, agar tidak terjadi `clash` fisik dengan pasukan TNI Angkatan Laut," katanya melalui hubungan telepon internasional langsung dari Kualalumpur, Rabu siang.
Saat ini, ia sedang memimpin delegasi Komisi I DPR RI untuk melakukan pertemuan maraton dengan sejumlah petinggi di Malaysia, terkait belasan pelanggaran perbatasan yang dilakukan Tentara Laut Diraja Malaysia di Blok Ambalat.
"Dalam pertemuan barusan, kami diterima oleh pihak Departemen Luar Negeri (Deplu) Malaysia. Dan pada kesempatan itu, kami mendesak pihak Deplu Malaysia mempercepat penyelesaian Ambalat. Pada kesempatan itulah Panglima Tentara Laut Diraja Malaysia menyampaikan permintaan maaf," kutipnya.
Sementara itu, pihak Deplu Malaysia sendiri, menurutnya, berjanji akan mempercepat penyelesaian diplomatik atas masalah Ambalat.
"Janji itu pun dinyatapan Wakil Menlu Malaysia, Philay setelah didesak Delegasi Komisi I DPR RI untuk Masalah Ambalat," tegas Yusron Ihza Mahendra (Fraksi Gabungan Bintang Pelopor Demokrasi).
Selama kunjungan resmi delegasi Parlemen Indoensia di Malaysia itu, dia didampingi tiga rekannya, yakni Hepi Bone Zulkarnaen (Fraksi Partai Golkar), Andreas Pareira (Fraksi PDI Perjuangan), Shidqi Wahab (Fraksi Partai Demokrat) dan Joko Susilo (Fraksi Partai Amanat Nasional).
Kepada delegasi Parlemen Indonesia itu, demikian Yusron Ihza Mahendra, Philay berulang kali menyatakan akan mempercepat perundingan dengan mitranya dari RI.
"Kami akan percepat perundingan sehingga capai hasil," kata Philay yang dikutip lagi oleh Yusron Ihza Mahendra.
Sementara itu, Panglima Laut Tentara Diraja Malaysia, Laksamana Abdul Aziz Jafar juga tak mau kalah untuk menyatakan keseriusannya mengakhiri konflik di Ambalat.
"Dia menyatakan akan menjauhkan tentaranya dari Laut Ambalat milik Indonesia, agar tidak terjadi `clash` fisik. Juga dia berkata: Kami sama sekali tidak mau berperang dengan Republik Indonesia," ujar Yusron Ihza Mahendra kembali mengutip pernyataan Panglima Laut Tentara Diraja Malaysia itu.
Abdul Aziz Jafar juga menyatakan permohonan maaf, jika benar tentaranya meledek pasukan TNI Angkatan Laut dan berhanhi akan menjatuhkan sanksi terhadap tentaranya itu.(*)
Rabu, 03 Juni 2009
|
VIVAnews - Kepala Staf Angkatan Laut, Laksamana TNI Tedjo Edhy Purdijatno melaporkan pelanggaran yang dilakukan oleh Malaysia di perairan Ambalat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam rapat terbatas mendadak yang khusus membahas soal Ambalat.
"Pelanggaran yang dilakukan Malaysia pada tahun 2007 sebanyak 76 kali pelanggaran, tahun 2008 ada 23 kali pelanggaran, untuk tahun ini sudah 11 kali pelanggaran," kata Tedjo di Kantor Presiden, Rabu 3 Juni 2009.
Meski sudah berkali-kali diusir, Tedjo mengatakan kapal perang Malaysia tetap berupaya masuk ke wilayah Indonesia.
"Aturan sesuai arahan presiden sudah dilakukan, kita lakukan deteksi kemudian kita komunikasikan lalu kita bayangi dan kita usir keluar,"kata dia.
Aksi provokasi Malaysia, tambah Tedjo, juga sudah dilaporkan Departemen Luar Negeri.
"Untuk melayangkan nota diplomatik kepada Malaysia, ini yg kita laksanakan jadi kita tidak sampai menggunakan kontak senjata dan mereka setelah kita usir mereka mau keluar," tambah dia.
Saat ini, kata Tedjo, ada enam kapal perang RI dan tiga pesawat udara yang melaksankan patroli terus menerus sepanjang tahun di Ambalat.
Sengketa Ambalat makin memanas. Provokasi yang dilakukan kapal Malaysia kemarin bukan kali pertamanya. Kapal Perang TNI Angkatan Laut, KRI Untung Surapati-872 menghalau kapal perang milik Tentara Diraja Laut Malaysia, KD Yu-308 di perairan Blok Ambalat pada Senin 25 Mei 2009.
Blok Ambalat yang terletak di perairan Laut Sulawesi di sebelah timur Pulau Kalimantan, terus jadi obyek sengketa Indonesia-Malaysia. Akhir 2008 militer Indonesia memeringatkan Malaysia untuk tidak melakukan provokasi militer di wilayah Ambalat. Belajar dari lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan ke tangan Malaysia, TNI meningkatkan patroli di wilayah Ambalat.
Dalam setiap perundingan, Malaysia tetap berkeras bahwa Blok Ambalat merupakan bagian dari teritorinya. Bahkan mereka mengirimkan salinan nota diplomatik yang intinya memprotes kehadiran kekuatan TNI di Blok Ambalat.
Mengapa Ambalat jadi rebutan? Blok Ambalat dengan luas 15.235 kilometer persegi, ditengarai mengandung kandungan minyak dan gas yang dapat dimanfaatkan hingga 30 tahun.• VIVAnews
TNI AL Minta Deplu Tegur Malaysia
Sengketa di Ambalat
TNI AL Minta Deplu Tegur Malaysia
Luhur Hertanto - detikNews
Demikian disampakan KSAL Marsekal Tedjo Edhie usai rapat koordinasi, di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (3/6/2009).
"Surat permintaan akan saya kirimkan kepada Panglima TNI dengan tembusan ke Menlu RI. Nanti Panglima yang akan tindaklanjuti ke Menlu," ujar dia.
Sengketa tapal batas RI-Malaysia di perairan Ambalat mencuat sejak 2005. Semenjak itu tercatat pihak Malaysia melakukan aksi-aksi yang dinilai provokatif sebanyak 11 kali pada tahun 2009. Sedangkan pada 2006 terjadi 76 kali.
Pada kesempatan sama, Menko Polhukam Widodo AS juga menyatakan hendak minta Deplu mempercepat perundingan batas wilayah dengan Malaysia. Tidak saja laut Ambalat tapi juga perairan lain di sekitarnya.
"Perundingan sudah berjalan 23 kali dan yang ke 24 di Malaysia nanti kita minta agar ada akselerasi pencapaian kesepakatan," ujar Widodo.(lh/aan)
DPR Minta Bantuan Pemerintah Belanda
|
VIVAnews - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia meminta bantuan pertahanan kepada pemerintah Belanda, khususnya Angkatan Laut Indonesia, untuk menghadapi kekuatan asing seperti Malaysia.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar kepada Ketua Erste Kamer (Senate) Belanda Mrs. Yvonne Ema Timmerman Buck saat melakukan pertemuan dengan pimpinan DPR, hari ini, Rabu 3 Juni 2009.
"Saat ini yang kami butuhkan meminta dukungan Belanda terkait pertahanan dalam konflik Ambalat," kata Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar usai bertemu dengan Ketua Erste Kamer (Senate) Belanda Mrs. Yvonne Ema Timmerman Buck.
Indonesia dalam hal ini meminta bantuan kerjasama berupa peningkatan kualitas kapal-kapal pertahanan laut Indonesia, untuk menghadapi kekuatan-kekuatan asing di wilayah perbatasan dengan negara lain.
Tetapi perlu ditekankan, DPR sifatnya hanya membuka pintu saja dengan Belanda. Selanjutnya pemerintah yang akan menentukan tindak lanjut keinginan kerjasama itu.
"DPR hanya membuka pintu agar dalam krisis Ambalat ini, Belanda bisa mempertimbangkan untuk membantu Indonesia dalam meningkatkan kualitas atau mutu kapal Indonesia," tuturnya.
Sementara Senat Belanda Mrs. Yvonne Ema Timmerman Buck, menyatakan dukungannya dan menyambut baik keinginan Indonesia, tetapi akan membicarakan hal ini dengan pemerintah Belanda.• VIVAnews
Enam KRI & Tiga Pesawat Siaga di Ambalat
|
VIVAnews - Enam Kapal Perang Indonesia (KRI) dari Komando Armada Kawasan Timur (Koarmatim) masih menjaga perbatasan RI-Malaysia di Ambalat, Kalimantan Timur. Penjagaan ini dilakukan untuk mencegah masuknya kapal perang Malaysia ke perairan Ambalat.
"Persiapan itu sudah dilakukan sejak 2005 awal-awal mencuatnya sengketa Ambalat, dan hanya saja saat ini kita tingkatkan tensinya," kata Kepala Dinas Penerangan Komando Armada Timur, Letnan Kolonel, Tony Saeful saat dihubungi VIVAnews, Rabu 3 Juni 2009.
Tony mengatakan, Komando Armada Timur TNI AL masih siaga dengan mempersiapkan enam KRI dan tiga pesawat intai maritim Nomad di Tarakan. Selain itu, penjagaan juga dilakukan di Sebatik oleh pasukan Marinir yang juga di dukung pangkalan TNI AL dari Tarakan dan Nunukan.
Sebelumnya, Kapal perang Malaysia dari jenis Fast Attack Craft Malaysia KD Baung-3509, Sabtu pagi (30/5) pukul 06.00 WITA, secara terang-terangan melakukan provokasi memasuki perairan NKRI sejauh 7,3 mil laut pada posisi 04 00 00 Utara 118 09 00 Timur dengan kecepatan kapal 11 knot, baringan 128 serta halu 300, tepatnya di sekitar sebelah tenggara mercu suar Karang Unarang.
Titik posisi pelanggaran kapal Malaysia ini berhasil dideteksi melalui radar KRI Untung Suropati-872 yang tengah berpratoli di perairan Ambalat pada posisi 04 04 80 Utara – 118 03 10 Timur.
Menyikapi hasil pendeteksian di radar tentang adanya kapal asing memasuki wilayah NKRI, KRI Untung Suropati-872 yang dikomandani Mayor Laut (P) Salim memerintahkan ABK melaksanakan peran tempur bahaya kapal permukaan untuk melakukan pengejaran kapal asing.
Dua KRI lain masing-masing KRI Pulau Rimau dan KRI Suluh Pari yang juga tengah berpatroli di sektor perbatasan sebelah utara perairan Ambalat bergabung melaksanakan pengejaran.
Setelah mendekati titik pengejaran dan berhasil mengidentifikasi secara visual kapal tersebut, diketahui kapal tersebut adalah KD Baung-3509, yaitu kapal sejenis dengan KD Yu-3508 yang pada 24 Mei lalu juga telah melanggar kedaulatan NKRI.
Kapal dari class Jerong berbobot 244 ton dengan panjang 44,9 meter serta lebar 7 meter tersebut dibangun di Jerman tahun 1976. Dari posisinya jelas diketahui kapal Malaysia ini terbukti memasuki wilayah perairan NKRI sejauh 7,3 mil laut.
Mengetahui kapal perang Malaysia kembali memasuki perairan NKRI, komandan KRI Untung Suropati-872 mencoba melaksanakan kontak komunikasi radio dengan komandan KD Baung-3509, namun kapal bermeriam 57 mm dan 40 mm tersebut menutup radio dan tidak mau menjalin komunikasi.
Selanjutnya KRI Untung Suropati melaksanakan intercept sampai dengan jarak 400 yard, namun komunikasi masih belum terjalin dan KD Baung-3509 sama sekali tidak mengindahkan peringatan dari KRI Untung Suropati.
Karena tidak juga terjalin komunikasi radio, maka KRI Untung Suropati mencoba memberi komunikasi isyarat sekaligus melaksanakan shadowing (membayangi secara ketat) untuk memaksa KD Baung-3509 keluar dari perairan NKRI.
Selama proses shadowing keluar NKRI, KD Baung telah melakukan kegiatan harassment dengan 4 kali manuver zig-zag serta meningkatkan kecepatan kapal yang sangat membahayakan KRI Untung Suropati.
Setelah selama 1,5 jam terjadi ketegangan saat membayangi kapal Malaysia tersebut, KRI Untung Suropati akhirnya berhasil menghalau dan mengusirnya sampai batas wilayah NKRI.
Tidak lama setelah KD Baung-3509 memasuki perairan Malaysia sebuah helikopter Malaysia melintas di atas kapal tersebut dalam posisi memberikan perlindungan. Mengetahui hal ini KRI Untung Suropati mengontak unsur Patroli Udara TNI AL Nomad P-834 yang berada di Tarakan,
Selanjutnya pesawat intai maritim tersebut terbang menuju posisi ikut membantu penghalauan kapal perang Malaysia.• VIVAnews
Selasa, 02 Juni 2009
|
VIVAnews - Pengamat politik Ikrar Nusa Bakti menilai penyelesaian konflik Ambalat tidak cukup hanya dengan diplomasi. Menurutnya, masalah Ambalat mengandung sisi pertarungan militer.
"Era ini adalah era darurat dimana diplomasi harus ditunjang dengan kekuatan tempur," kata Ikrar dalam diskusi bertajung 'Manajemen Pemerintahan Sipil-Militer vs Militer-Sipil' di Jakarta, Selasa 2 Juni 2009. Oleh karena itu, menurutnya, pertahanan Indonesia harus diperkuat.
Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu juga mengkritisi kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla. Menurutnya, seharusnya pimpinan negara bisa mengkoordinir semua kekuatan untuk memenangkan pertempuran. "Siapa coba yang menurunkan anggaran pertahanan dua kali dalam satu periode."
Ia pesimis Ambalat akan dimenangkan Indonesia jika masalah itu dibawa ke Mahkamah Internasional. "Saya khawatir, nanti akan berujung seperti Sipadan dan Ligitan," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Demokrat Syarif Hasan menilai politik luar negeri yang dianut Demokrat adalah mengutamakan diplomasi. "Saat ada pemotongan anggaran, tidak hanya Dephan. Semua departemen kena," jelasnya.
Selain itu, Syarif berpendapat TNI pun tidak bisa langsung menembak kapal Malaysia yang masuk perairan Indonesia. "Itu tidak akan menyelesaikan masalah. Semua harus melalui diplomasi," jelasnya.
Menurutnya, cara-cara konfrontasi terlalu beresiko. "Apa kita siap menghadapi kapal Malaysia? Apakah kita juga siap untuk memobilisasi massa yang nantinya bisa mati di Malaysia?"• VIVAnews
Selasa, 26 Mei 2009
TNI AL Siap Kandangkan Alutsista Tua
26/05/09 19:32
(ANTARA/Fanny Octavianus)
"Kami tengah dan terus melakukan kajian dan pemilahan terhadap persenjataan dan perlengkapan tempur yang telah berusia diatas 20 tahun," katanya, kepada ANTARA usai penandatanganan nota kesepahaman dengan PT Pertamina di Jakarta, Selasa.
Kasal menambahkan, dari kajian dan pemilahan sementara ada beberapa alat utama sistem senjata TNI AL yang memang tidak laik lagi digunakan ada kapal, tank dan pesawat.
"Tetapi itu akan dikaji lagi, kalau memang masih bisa diremajakan (retrovit) atau di-`repowering`, maka kita akan gunakan lagi. Karena retrovit atau `repowering` dapat memperpanjang usia pakai beberapa belas tahun ke depan," ujarnya.
Jika, alat utama sistem senjata itu memang benar-benar tidak laik yang harus dikandangkan. "Jadi, ada tahapannya, kalau memang tidak laik yang kita kandangkan," kata Tedjo.
Yang jelas, lanjut Kasal, TNI AL akan tetap menjalankan rencana strategis hingga 2024 dengan alokasi anggaran yang tersedia. "Kita tetap akan membangun TNI AL yang besar, kuat dan profesional, sesuai anggaran yang ada. Kita kelola anggaran yang diberikan dengan baik, untuk membesarkan TNI AL," tuturnya.
TNI AL telah merumuskan Postur Kekuatan TNI AL hingga 2024 meliputi 274 KRI, 137 Pesawat Udara, Marinir terdiri dari tiga Pasmar, dua Brigmar BS, satu Kolatmar, lima Pangkalan Marinir dan 11 Batalyon Marinir Pertahanan Pangkalan serta 59 Pangkalan TNI AL yang terdiri dari 11 Lantamal, 24 Lanal dan 3 Denal.(*)
COPYRIGHT © 2009
Kurang Anggaran, TNI AL Dipinjami Pertamina Bangun Pangkalan
M. Rizal Maslan - detikNews
(Foto: Dok. detikcom)
"Saat ini kita telah menempatkan Pos TNI AL yang berada di Pangkalan Brandan dengan sejumlah prajurit," kata Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Tedjo Edhy Purdijanto usai penandatangan Perjanjian Pinjam Pakai Lahan Pertamina dengan Direktur Utama Pertamina, Karen Agustiawan, di Gedung Pertamina, Jakarta, Selasa (26/5/2009).
Menurut Tedjo, pemakaian Pangkalan Brandan sebagai Markas Komando TNI AL karena lokasinya yang strategis, apalagi wilayah itu kerap digunakan sebagai pintu masuk sindikat penyelundupan dari negara asing. "Saat ini telah menempatkan Pos TNI AL yang berada di Pangkalan Brandan dengan sejumlah prajurit," ujarnya.
Sementara itu, Dirut PT Pertamina Karen Agustiawan mengatakan, melalui perjanjian pinjam pakai, Pertamina dapat memfokuskan aktivitasnya untuk mengelola aset yang berhubungan dengan bisnis. Menurutnya, aset kekayaan milik Pertamina yang dipinjamkan kepada TNI AL adalah tanah seluas 155 hektar, bangunan eks rumah sakit dan poliklinik 5 unit, bangunan eks asrama perawat 10 unit, bangunan eks sekolah 6 unit, dan rumah dinas 127 unit.
Dia menambahkan perjanjian pinjam pakai ini berlaku selama lima tahun terhitung 26 Mei 2009 hingga 25 Mei 2014. Perjanjian dapat diperpanjang atas kesepakatan tertulis dari kedua belah pihak.(zal/gah)