Rabu, 07 Juli 2010

Indonesia Jajaki Kapal Selam Korsel dan China

Jakarta (ANTARA News) - Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Agus Suhartono kembali menjajaki pengadaan kapal selam dari Korea Selatan dan China, untuk menambah armada kapal selam yang telah ada.

Sabtu, 19 Juni 2010

Sejumlah Kapal dan Pesawat TNI-AL akan Dimusnahkan

Surabaya (ANTARA News) - Sebanyak 12 unit kapal perang dan 16 unit pesawat milik TNI Angkatan Laut (AL) akan dimusnahkan untuk kemudian digantikan dengan armada baru.

Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Agus Suhartono di Surabaya, Jumat, mengatakan, pemusnahan kapal dan pesawat sudah masuk dalam cetak biru (blue print) program pembangunan kekuatan armada dan personel TNI-AL periode 2010-2014.

Kamis, 17 Juni 2010

Kasal: Fungsi Penerbal Belum Maksimal

Sidoarjo – Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL), Laksamana TNI Agus Suhartono, mengatakan bahwa hingga kini fungsi dan peran Pusat Penerbangan TNI-AL belum maksimal.

Senin, 14 September 2009

Pesawat TNI Jatuh TNI AL Mulai Selidiki Penyebab Kecelakaan

Samarinda - Tim teknis Salvage TNI AL memulai penyelidikan penyebab jatuhnya pesawat Nomad P 837 di kawasan pertambakan Sungai Sukun Mentadan, Kecamatan Sekatak, Kabupaten Bulungan,Kalimantan Timur (Kaltim) yang terjadi 7 September lalu. Penyelidikan dilakukan di Pangkalan Udara TNI AL di Surabaya, Jawa Timur.

"Evakuasi tuntas, penyelidikan dilakukan di Surabaya," kata Danlanal Tarakan Letkol Laut (P) Bambang Irwanto ketika berbincang dengan detikcom, Minggu (13/9/2009) malam.

Delapan orang anggota tim Salvage bertolak ke Surabaya hari ini sekitar pukul 08.00 Wita dari Bandara Juwata Tarakan. Mereka membawa sejumlah elemen penting dari bangkai Nomad seperti Indikator Aviator serta Status Enggine, untuk diteliti.

"Karena sudah di Surabaya, otomatis bagian Nomad yang dibawa langsung mulai diselidiki,' ujar Irwanto.

Namun demikian, sambung Irwanto, di Lanal Tarakan, beberapa potongan besar bangkai Nomad disimpan di hanggar pesawat milik TNI AL. Bagian potongan besar tersebut dinilai tidak menunjang penyelidikan yang dilakukan TNI AL.

"Yang dibawa tim salvage yang penting-penting saja untuk diselidiki,' tambah Irwanto.

Ketika ditanya waktu penyelesaian penyelidikan penyebab kecelakaan Nomad P 837, Irwanto mengaku belum mengetahui pasti dikarenakan tim teknis yang lebih memahaminya.

"Yang pasti, Lanal Tarakan sudah tuntas membantu evakuasi. Kami sampaikan terima kasih kepada seluruh masyarakat yang telah membantu, baik pascakejadian mau pun dalam proses evakuasi," tutup Irwanto.

Seperti diberitakan, Tim Salvage TNI AL berhasil menuntaskan proses evakuasi bangkai Nomad sejak Jumat 11 September lalu. Insiden jatuhnya Nomad mengakibatkan 5 orang warga sipil tewas dan 4 orang masing-masing 3 kru Nomad dan seorang warga sipil, mengalami luka-luka. TNI AL pun telah menyantuni seluruh keluarga korban tewas sebesar Rp 3 Juta.

Kamis, 10 September 2009

Penuturan Erwin W., Pilot Nomad TNI-AL yang Selamat

[ Kamis, 10 September 2009 ]
Tolak Saran Mendarat di Sungai, Takut Dimangsa Buaya

Tidak perlu mencari kotak hitam untuk mengungkapkan jatuhnya pesawat Nomad TNI-AL di tambak Desa Mentadau, Kecamatan Sekatak Bengara, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Timur. Sang pilot Letnan Satu (P) Erwin Wahyuwono selamat dan banyak yang bisa dia jelaskan.

---

SAMPAI kemarin Erwin masih tergolek lemah di RSAL Ilyas Tarakan dengan jarum infus menancap di lengan. "Agak baikan, meski kadang masih agak pusing," katanya kepada Radar Tarakan (Jawa Pos Group) kemarin (9/9).

Ranjangnya bersebelahan dengan kopilotnya, Lettu Syaiful. Karena kondisinya lebih baik, Syaiful sedang berjalan-jalan ke luar kamar.

Dengan perlahan, alumnus Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI) Curug 1999 itu menceritakan detik-detik jatuhnya pesawat intai maritim TNI-AL tipe (N22) Nomad P 837 Senin lalu (7 /9). ''Mesin kanan mendadak mati, saat pesawat berada di ketinggian 450 feet," kata Erwin.

Karena jarak ke Bandara Juwata sudah dekat, dia memutuskan tetap menerbangkan pesawat tersebut. "Hanya sekitar 23 mil," sebutnya.

Namun, dia harus berpikir ulang ketika mesin sebelah kiri menyusul mati. Kerusakan beruntun itu hanya berselang 30 detik. ''Power-nya langsung drop. Seperti mobil mogok. Meski pedal gas ditekan, tidak ada tenaga sama sekali,'' tutur pria kelahiran Kudus, 10 April 1977.

Dalam situasi seperti itu, keputusan cepat harus segera dibuat. Komunikasi dengan menara Bandara Juwata pun terus dilakukan. Tidak ada pilihan, pesawat harus mendarat darurat.

Erwin sempat berputar-putar untuk mencari lokasi aman. Syaiful menyarankan pendaratan darurat di sungai, seperti yang dilakukan Abdul Rozaq, pilot Boeing 737-300 milik maskapai Garuda Indonesia di Bengawan Solo, 12 Januari 2002.

Namun, Erwin mengabaikan saran tersebut dengan pertimbangan karakteristik sungai di Kalimantan berbeda dengan di Jawa. Sungai di Kalimantan berarus lebih deras dan dihuni banyak buaya. ''Kalau mendarat di sungai, bisa mati dimangsa,'' kata pilot yang memiliki 1.600 jam terbang dengan Nomad tersebut.

Dia lantas memutuskan mendarat di tambak. Hal itu terpaksa dilakukan meski berisiko menabrak tanggul pembatas tambak. Dan, risiko itu akhirnya benar-benar terjadi. Meski pendaratannya mulus, pesawat baru terhenti setelah menabrak tanggul tambak. "Kepala saya terbentur kokpit dan terluka parah. Darah muncrat dari dahi yang sudah kelihatan tulang tengkoraknya,'' katanya.

Dalam kondisi berdarah, Erwin kemudian berusaha menyelamatkan diri dengan menjauhi pesawat yang dipilotinya. Dia berhasil keluar dari ruang kokpit, kemudian berjalan di tambak menuju tanggul.

Saat itulah dia melihat seorang penumpang terapung di permukaan air tambak. Kedalaman air tambak saat itu mencapai pusar orang dewasa.

Sementara Saiful, yang ada di sampingnya dalam kondisi lemah dan tampak shock. Bahkan, setelah Erwin meninggalkan pesawat menuju ke tanggul, Saiful masih tampak trauma.

Setelah keluar dari pesawat, dia bukan menghindar dari bangkai pesawat malah mengelilingi pesawat. "Saya teriaki dia untuk menjauh dari bangkai pesawat karena khawatir meledak," kata Erwin yang sudah dua minggu bertugas menerbangkan Normad untuk melakukan patroli rutin di perbatasan di Kaltim.

Di tanggul tambak dia bertemu tiga warga yang segera menolongnya. Dalam kondisi darah tersebut keluar, Erwin berusaha tidak pingsan. ''Klau sampai pingsan, bisa nggak bangun lagi. Saya mencubit-cubit paha saya sendiri," ujar Erwin.

Dia bersyukur masih hidup. Apalagi, setelah melihat di tayangan televisi, pesawat yang dipilotinya itu sudah hancur. (ris/ian/*/rt2/jpnn/ruk)

Rabu, 09 September 2009

TNI-AL Kaji Percepatan Penggantian Nomad

Rabu, 9 September 2009 13:14 WIB | Peristiwa | Politik/Hankam | Dibaca 514 kali
TNI-AL Kaji Percepatan Penggantian Nomad
Pesawat CN-235-TNI AL/ilustrasi (ANTARA)@

Jakarta (ANTARA News) - Mabes TNI Angkatan Laut mengkaji percepatan penggantian pesawat udara Nomad dengan CN-235 buatan PT Dirgantara Indonesia, menyusul kecelakaan yang menimpa pesawat Nomad P-837 di Kalimantan Timur, Senin (7/9), hingga mengakibatkan empat orang meninggal dunia.

"Saat ini, kita masih nyatakan pesawat udara Nomad masih layak pakai meski usianya sudah sangat tua dan kini jumlahnya tinggal tujuh unit dari semula 42 unit," kata Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut Laksamana Pertama TNI Iskandar Sitompul ketika dikonfirmasi ANTARA News di Jakarta, Rabu.

Ia mengemukakan, untuk sementara waktu tujuh unit pesawat Nomad yang tersisa tidak dioperasionalkan guna penyelidikan lebih lanjut tentang sebab-musabab jatuhnya pesawat Nomad tersebut.

"Sambil melakukan penyelidikan, kita juga mengkaji kemungkinan untuk mempercepat penggantian Nomad dengan CN-235 MPA dari PT DI," kata Iskandar.

Setidaknya dalam waktu dekat ini, akan ada tiga pesawat jenis CN-235 yang dipesan TNI AL dari PT DI.

Rencana pembelian ini diharapkan menjadi tonggak penambahan sekaligus peremajaan alat utama sistem senjata (alutsista) di Pusat Penerbangan TNI AL (Puspenerbal).

Pesawat jenis CN-235 ini dilengkapi dengan patroli maritim, radar, dan sarana lain pendukung pelaksanaan tugas. Saat ini, TNI AL menerapkan standar baru operasional alutsista yang ada. Ia menegaskan, hanya ada dua kriteria operasional alutsista TNI AL, yakni siap dan tidak siap operasional.

Pesawat Nomad P-837 yang jatuh pada awal pekan ini merupakan buatan Australia 1982. Keseluruhan pesawat Nomad yang dimiliki TNI AL sebanyak 42 unit, dan sebanyak 23 unit telah disimpan, sedangkan 19 unit lainnya masih dapat dioperasionalkan, namun dari 19 unit tersebut hanya 14 unit yang akan disiapkan sesuai dengan anggaran yang tersedia.

Dari jumlah tersebut, baru delapan unit yang sampai saat ini dinyatakan sudah laik terbang. Namun, kini tinggal tujuh karena kecelakaan pada Senin (7/9). (*)

Minggu, 06 September 2009

Pengadaan Kapal Selam Sudah Mendesak

Minggu, 6 September 2009 16:15 WIB | Peristiwa | Politik/Hankam | Dibaca 577 kali

Jakarta (ANTARA) - Pengamat Militer dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jaleswari Pramodhawardani mengatakan, pengadaan kapal selam mendesak dilakukan mengingat kondisi geografis dan kekuatan pertahanan kawasan regional saat ini.

"Efek tangkalnya yang sangat tinggi diharapkan bisa mengurangi potensi ancaman. Jangan ditunda-tunda pembeliannya," katanya, ketika dihubungi di Jakarta, Minggu.
Kendala keterbatasan anggaran yang dihadapi pemerintah dalam pengadaan alat utama sistem senjata strategis seperti kapal selam, dapat disiasati dengan kesetaraan kualitas kemampuan tempur dengan kapal selam yang dimiliki negara lain.

"Dengan anggaran terbatas tidak perlu bicara kuantitas. Kesetaraan kualitas lebih penting diperhatikan," katanya.

Jaleswari mengemukakan, Dephan dan TNI berani mereduksi alat utama sistem persenjataan yang sudah tidak layak pakai. Anggaran perbaikan senjata lawas tersebut bisa dialokasikan untuk membayar cicilan.

Khusus untuk TNI AL diharapkan memiliki teknologi pemantauan antikapal selam yang dipasang di pulau-pulau yang rawan dilalui kapal selam negara lain.

"Tapi semua langkah ini percuma kalau Indonesia belum memiliki visi kemaritiman yang kuat," katanya menegaskan.

Pada 2011 Indonesia, berencana menambah dua kapal selam untuk TNI Angkatan Laut dan kini masih dibahas di Departemen Pertahanan yang telah mengantongi dua negara yang menjadi negara produsen yakni Korea Selatan dan Rusia.

Pengadaan dua kapal selam baru tersebut, sebenarnya masuk dalam alokasi Kredit Ekspor 2004-2009. Namun, keterbatasan anggaran yang disediakan mengakibatkan pengadaannya tersendat hingga kini.

"Kami upayakan dapat segera teken kontrak pada 2011," ujar Menteri Pertahanan Juwono.(*)