Jumat, 26 Juni 2009 06:44 WIB | Peristiwa | Politik/Hankam | Dibaca 302 kali

all information and news database about Indonesian Navy
COPYRIGHT © 2009
|
VIVAnews - Kepala Staf Angkatan Laut, Laksamana TNI Tedjo Edhy Purdijatno melaporkan pelanggaran yang dilakukan oleh Malaysia di perairan Ambalat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam rapat terbatas mendadak yang khusus membahas soal Ambalat.
"Pelanggaran yang dilakukan Malaysia pada tahun 2007 sebanyak 76 kali pelanggaran, tahun 2008 ada 23 kali pelanggaran, untuk tahun ini sudah 11 kali pelanggaran," kata Tedjo di Kantor Presiden, Rabu 3 Juni 2009.
Meski sudah berkali-kali diusir, Tedjo mengatakan kapal perang Malaysia tetap berupaya masuk ke wilayah Indonesia.
"Aturan sesuai arahan presiden sudah dilakukan, kita lakukan deteksi kemudian kita komunikasikan lalu kita bayangi dan kita usir keluar,"kata dia.
Aksi provokasi Malaysia, tambah Tedjo, juga sudah dilaporkan Departemen Luar Negeri.
"Untuk melayangkan nota diplomatik kepada Malaysia, ini yg kita laksanakan jadi kita tidak sampai menggunakan kontak senjata dan mereka setelah kita usir mereka mau keluar," tambah dia.
Saat ini, kata Tedjo, ada enam kapal perang RI dan tiga pesawat udara yang melaksankan patroli terus menerus sepanjang tahun di Ambalat.
Sengketa Ambalat makin memanas. Provokasi yang dilakukan kapal Malaysia kemarin bukan kali pertamanya. Kapal Perang TNI Angkatan Laut, KRI Untung Surapati-872 menghalau kapal perang milik Tentara Diraja Laut Malaysia, KD Yu-308 di perairan Blok Ambalat pada Senin 25 Mei 2009.
Blok Ambalat yang terletak di perairan Laut Sulawesi di sebelah timur Pulau Kalimantan, terus jadi obyek sengketa Indonesia-Malaysia. Akhir 2008 militer Indonesia memeringatkan Malaysia untuk tidak melakukan provokasi militer di wilayah Ambalat. Belajar dari lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan ke tangan Malaysia, TNI meningkatkan patroli di wilayah Ambalat.
Dalam setiap perundingan, Malaysia tetap berkeras bahwa Blok Ambalat merupakan bagian dari teritorinya. Bahkan mereka mengirimkan salinan nota diplomatik yang intinya memprotes kehadiran kekuatan TNI di Blok Ambalat.
Mengapa Ambalat jadi rebutan? Blok Ambalat dengan luas 15.235 kilometer persegi, ditengarai mengandung kandungan minyak dan gas yang dapat dimanfaatkan hingga 30 tahun.• VIVAnews
|
VIVAnews - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia meminta bantuan pertahanan kepada pemerintah Belanda, khususnya Angkatan Laut Indonesia, untuk menghadapi kekuatan asing seperti Malaysia.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar kepada Ketua Erste Kamer (Senate) Belanda Mrs. Yvonne Ema Timmerman Buck saat melakukan pertemuan dengan pimpinan DPR, hari ini, Rabu 3 Juni 2009.
"Saat ini yang kami butuhkan meminta dukungan Belanda terkait pertahanan dalam konflik Ambalat," kata Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar usai bertemu dengan Ketua Erste Kamer (Senate) Belanda Mrs. Yvonne Ema Timmerman Buck.
Indonesia dalam hal ini meminta bantuan kerjasama berupa peningkatan kualitas kapal-kapal pertahanan laut Indonesia, untuk menghadapi kekuatan-kekuatan asing di wilayah perbatasan dengan negara lain.
Tetapi perlu ditekankan, DPR sifatnya hanya membuka pintu saja dengan Belanda. Selanjutnya pemerintah yang akan menentukan tindak lanjut keinginan kerjasama itu.
"DPR hanya membuka pintu agar dalam krisis Ambalat ini, Belanda bisa mempertimbangkan untuk membantu Indonesia dalam meningkatkan kualitas atau mutu kapal Indonesia," tuturnya.
Sementara Senat Belanda Mrs. Yvonne Ema Timmerman Buck, menyatakan dukungannya dan menyambut baik keinginan Indonesia, tetapi akan membicarakan hal ini dengan pemerintah Belanda.• VIVAnews
|
VIVAnews - Enam Kapal Perang Indonesia (KRI) dari Komando Armada Kawasan Timur (Koarmatim) masih menjaga perbatasan RI-Malaysia di Ambalat, Kalimantan Timur. Penjagaan ini dilakukan untuk mencegah masuknya kapal perang Malaysia ke perairan Ambalat.
"Persiapan itu sudah dilakukan sejak 2005 awal-awal mencuatnya sengketa Ambalat, dan hanya saja saat ini kita tingkatkan tensinya," kata Kepala Dinas Penerangan Komando Armada Timur, Letnan Kolonel, Tony Saeful saat dihubungi VIVAnews, Rabu 3 Juni 2009.
Tony mengatakan, Komando Armada Timur TNI AL masih siaga dengan mempersiapkan enam KRI dan tiga pesawat intai maritim Nomad di Tarakan. Selain itu, penjagaan juga dilakukan di Sebatik oleh pasukan Marinir yang juga di dukung pangkalan TNI AL dari Tarakan dan Nunukan.
Sebelumnya, Kapal perang Malaysia dari jenis Fast Attack Craft Malaysia KD Baung-3509, Sabtu pagi (30/5) pukul 06.00 WITA, secara terang-terangan melakukan provokasi memasuki perairan NKRI sejauh 7,3 mil laut pada posisi 04 00 00 Utara 118 09 00 Timur dengan kecepatan kapal 11 knot, baringan 128 serta halu 300, tepatnya di sekitar sebelah tenggara mercu suar Karang Unarang.
Titik posisi pelanggaran kapal Malaysia ini berhasil dideteksi melalui radar KRI Untung Suropati-872 yang tengah berpratoli di perairan Ambalat pada posisi 04 04 80 Utara – 118 03 10 Timur.
Menyikapi hasil pendeteksian di radar tentang adanya kapal asing memasuki wilayah NKRI, KRI Untung Suropati-872 yang dikomandani Mayor Laut (P) Salim memerintahkan ABK melaksanakan peran tempur bahaya kapal permukaan untuk melakukan pengejaran kapal asing.
Dua KRI lain masing-masing KRI Pulau Rimau dan KRI Suluh Pari yang juga tengah berpatroli di sektor perbatasan sebelah utara perairan Ambalat bergabung melaksanakan pengejaran.
Setelah mendekati titik pengejaran dan berhasil mengidentifikasi secara visual kapal tersebut, diketahui kapal tersebut adalah KD Baung-3509, yaitu kapal sejenis dengan KD Yu-3508 yang pada 24 Mei lalu juga telah melanggar kedaulatan NKRI.
Kapal dari class Jerong berbobot 244 ton dengan panjang 44,9 meter serta lebar 7 meter tersebut dibangun di Jerman tahun 1976. Dari posisinya jelas diketahui kapal Malaysia ini terbukti memasuki wilayah perairan NKRI sejauh 7,3 mil laut.
Mengetahui kapal perang Malaysia kembali memasuki perairan NKRI, komandan KRI Untung Suropati-872 mencoba melaksanakan kontak komunikasi radio dengan komandan KD Baung-3509, namun kapal bermeriam 57 mm dan 40 mm tersebut menutup radio dan tidak mau menjalin komunikasi.
Selanjutnya KRI Untung Suropati melaksanakan intercept sampai dengan jarak 400 yard, namun komunikasi masih belum terjalin dan KD Baung-3509 sama sekali tidak mengindahkan peringatan dari KRI Untung Suropati.
Karena tidak juga terjalin komunikasi radio, maka KRI Untung Suropati mencoba memberi komunikasi isyarat sekaligus melaksanakan shadowing (membayangi secara ketat) untuk memaksa KD Baung-3509 keluar dari perairan NKRI.
Selama proses shadowing keluar NKRI, KD Baung telah melakukan kegiatan harassment dengan 4 kali manuver zig-zag serta meningkatkan kecepatan kapal yang sangat membahayakan KRI Untung Suropati.
Setelah selama 1,5 jam terjadi ketegangan saat membayangi kapal Malaysia tersebut, KRI Untung Suropati akhirnya berhasil menghalau dan mengusirnya sampai batas wilayah NKRI.
Tidak lama setelah KD Baung-3509 memasuki perairan Malaysia sebuah helikopter Malaysia melintas di atas kapal tersebut dalam posisi memberikan perlindungan. Mengetahui hal ini KRI Untung Suropati mengontak unsur Patroli Udara TNI AL Nomad P-834 yang berada di Tarakan,
Selanjutnya pesawat intai maritim tersebut terbang menuju posisi ikut membantu penghalauan kapal perang Malaysia.• VIVAnews
|
VIVAnews - Pengamat politik Ikrar Nusa Bakti menilai penyelesaian konflik Ambalat tidak cukup hanya dengan diplomasi. Menurutnya, masalah Ambalat mengandung sisi pertarungan militer.
"Era ini adalah era darurat dimana diplomasi harus ditunjang dengan kekuatan tempur," kata Ikrar dalam diskusi bertajung 'Manajemen Pemerintahan Sipil-Militer vs Militer-Sipil' di Jakarta, Selasa 2 Juni 2009. Oleh karena itu, menurutnya, pertahanan Indonesia harus diperkuat.
Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu juga mengkritisi kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla. Menurutnya, seharusnya pimpinan negara bisa mengkoordinir semua kekuatan untuk memenangkan pertempuran. "Siapa coba yang menurunkan anggaran pertahanan dua kali dalam satu periode."
Ia pesimis Ambalat akan dimenangkan Indonesia jika masalah itu dibawa ke Mahkamah Internasional. "Saya khawatir, nanti akan berujung seperti Sipadan dan Ligitan," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Demokrat Syarif Hasan menilai politik luar negeri yang dianut Demokrat adalah mengutamakan diplomasi. "Saat ada pemotongan anggaran, tidak hanya Dephan. Semua departemen kena," jelasnya.
Selain itu, Syarif berpendapat TNI pun tidak bisa langsung menembak kapal Malaysia yang masuk perairan Indonesia. "Itu tidak akan menyelesaikan masalah. Semua harus melalui diplomasi," jelasnya.
Menurutnya, cara-cara konfrontasi terlalu beresiko. "Apa kita siap menghadapi kapal Malaysia? Apakah kita juga siap untuk memobilisasi massa yang nantinya bisa mati di Malaysia?"• VIVAnews